Rabu, 18 September 2013

TREATMENT DAN PENGOBATAN ASCARIDIASIS PADA AYAM


Treartment ( Non-Drug) : perlakuan ini dilakukan untuk mengurangi agent infectious
-          pembasmian vektor cacing
Lalat dapat bertindak sebagai factor mekanik dari telur Ascaridia galli , maka pengendalian terbaik adalah kombinasi antara pengobatan preventif dan manajemen yang optimal meliputi sanitasi atau desinfeksi ketat dan pembasmian lalat. Menjauhkan unggas dengan inang perantaranya (lalat, kumbang, bekicot dan serangga) merupakan hal yang paling tepat. Memberantas insekta secara rutin merupakan cara yang paling murah untuk mengendalikan cacing pita pada unggas (di samping penyakit lainnya).
-          sanitasi kandang
Melakukan sanitasi kandang dan peralatan peternakan meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan serta memotong rumput disekitar area peternakan.

-        Pengurangan populasi kandang
Mengurangi kepadatan kandang, karena dapat memberi peluang yang tinggi bagi infestasi cacing.

-          Menaikkan imunitas tubuh
Pemberian ransum dengan kandungan mineral dan protein yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh tetap baik.

-          Mengeringkan kandang
Mencegah kandang becek, seperti menjaga litter tetap kering, tidak menggumpal dan tidak lembab.

-          Pemisahan unggas muda dan dewasa
Karena umumnya ascaridiasis menyerang pada unggas muda, hal ini bertujuan agar unggas dewasa tidak tertular oleh unggas yang terinfeksi.




Pengobatan :
Antelmintika adalah obat untuk membunuh cacing atau mengurangi jumlah cacing dalam tubuh. Berdasarkan cara kerjanya maka antelmintik dibagi dalam 5 kelompok (PERMIN dan HANSEN, 1998): Benzimidazole dan pro-benzimidazoles. Antelmintik ini bekerja menghambat fungsi mikrotubuli sehingga fungsi seluler cacing rusak dan mati. Antelmintik kelompok ini adalah albendazole, thiabendazole, fenbendazole, parbendazole, flubendazole, febantel dan thiophanat.
      -          Penothiazine 220 mg/kg
-          Piperazine citrat 300 –400 mg/kg bb. Piperazin memiliki efek narkotika sehingga cacing dapat dikeluarkan dalam keadaan hidup oleh adanya peristaltic usus. Pengobatan pencegahan pada pullet biasanya diberikan sekitar umur 5 minggu yang diulang pada interval 4 minggu sampai ayam mencapai umur 21 minggu. Pemberian vitamin A selama 5 – 7 hari dapat membantu kesembuhan mukosa usus yang rusak akibat cacing tersebut.

PEMBUATAN VAKSIN DAN INSULIN


MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER
“Aplikasi Regulasi Ekspresi Gen pada Bidang Farmasi Veteriner”
(PEMBUATAN VAKSIN DAN INSULIN)


KELOMPOK 2:


Putik Chiptadining Larasati                        (115130100111001)
Shintany Rohmatil W                                   (115130101111003)
Rizka Putri                                                    (115130100111005)
Qur’aini Yanti                                               (115130100111002)
Ade Margani                                                 (115130100111019)
Muh. Husni Rifa’i                                         (115130101111006)
Dwiki Ramadhan                                          (115130101111012)


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Rekayasa genetika telah memproduksi vaksin subunit yang berasal dari protein permukaan virus. Vaksin sub unit pertama diproduksi adalah vaksin hepatitis. Dengan menggunakan vaksin sub unit, tidak ada resiko terjadi infeksi, dibandingkan dengan penggunaan vaksin yang berasal dari virus utuh (Dewi Pertiwi, 2013).
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Kebanyakan vaksin virus yang digunakan saat ini merupakan sel utuh yang telah dilemahkan atau dimatikan. Keuntungan vaksin ini pada umumnya mampu menghasilkan imunitas cukup lama dan merangsang seluruh reaksi kekebalan pada host yaitu humoral antibody dan cell-mediated (Wija, 2013).
Insulin merupakan protein manusia pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional, insulin untuk pengobatan pada manusia diisolasi dari pankreas sapi atau babi. Pada tahun 1981 telah terjadi perbaikan secara berarti cara produksi insulin melalui rekayasa genetika. Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip dengan insulin manusia. Melalui teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal tersebut di atas, insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan, tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung kontaminan berbahaya.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka Rumusan Masalah dalam makalah ini yaitu
1.      Apakah yang dimaksud dengan vaksin dan insulin dalam bidang farmasi?
2.      Bagaimana prosedur pembuatan vaksin dan insulin dengan teknologi rekayasa genetika?
3.      Bagaimanakah keuntungan dan kerugian dari vaksin dan insulin dalam pengobatan?
1.3    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yakni
  1. Untuk mengetahui definisi vaksin dan insulin dalam bidang farmasi
  2. Untuk mengetahui prosedur pembuatan vaksin dan insulin dengan teknologi rekayasa genetika.
  3. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari vaksin dan insulin dalam pengobatan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Vaksin
2.1.1 Pengertian Vaksin
Vaksin berasal dari kata vaccinus yang berarti berasal dari sapi. Sejarah vaksinasi dapat dikatakan dimulai sejak 1796 ketika seorang dokter desa melakukan vaksinasi menggunakan virus cacar sapi untuk memberi kekebalan pada manusia terhadap infeksi cacar (smallpox). Kemudian setelah pengetahuan tentang penyakit infeksi berkembang pada akhir abad 19, maka perkembangan vaksin pun mulai meramaikan dunia kesehatan dalam memerangi penyakit infeksi. Sejak masa tersebut berbagai macam vaksin dibuat dan dikembangkan, seperti vaksin terhadap rabies, anthrax, penyakit-penyakit enterobakteria.
Pembuatan vaksin biasanya memerlukan organisme hidup seperti toksin bakteri atau immune sera dalam jumlah besar. Pertumbuhan bakteri biasanya dilakukan pada media cair dalam bejana fermentor. Media ditetapkan secara kimia dan kondisi pembiakan diatur dengan tepat, seperti temperatur, pH, oksigen dan sebagainya. Untuk pembuatan vaksin virus, pertumbuhan dapat dilakukan dalam host atau biakan sel hidup. Vaksin smallpox dapat dibiakkan pada dermis anak sapi domba, kerbau atau yang lain. Vaksin influenza dan yellow fever dapat dibiakkan pada fertile hen’s eggs. Beberapa virus dapat ditumbuhkan pada biakan sel. Biasanya sel disiapkan dari monkey kidney, chick embryo atau human diploid cells.
Inaktivasi atau detoksifikasi vaksin bakteri dapat dilakukan dengan pemanasan atau desinfektan, misalnya formalin untuk inaktivasi Bordetella pertusis sebagai whooping-cough vaccine, dapat juga untuk detoksifikasi toksin Corynebacterium diphtheriae dan Clostridium tetani sebagai vaksin diphtheria dan tetanus. Phenol juga digunakan inaktivasi Vibrio cholerae dan Salmonella typhi sebagai vaksin kholera dan tifoid (Maya, 2013).
Beberapa prinsip rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin adalah sebagai berikut (Bioteknologi, 2009):
1.      mengisolasi / memisahkan gen-gen dari organisme penyebab sakit yang berperan dalam menghasilkan antigen yang merangsang limfosit untuk menghasilkan antibodi.
2.      menyisipkan gen-gen di atas, ke tubuh organisme yang kekurangan pathogen.
3.      mengulturkan orgamisme hasil rekayasa genetika, sehingga menghasilkan antigen dalam jumlah banyak.
4.      mengekstraksi antigen, lalu digunakan sebagai vaksin.

2.1.2 Metode Pembuatan Vaksin
Tahap produksi vaksin
Produksi vaksin memiliki beberapa tahap. Proses pembuatan vaksin memiliki langkah-langkah berikut:
  • Inaktivasi-ini melibatkan membuat persiapan antigen
  • Pemurnian-antigen terisolasi dimurnikan
  • Perumusan-antigen dimurnikan dikombinasikan dengan ajuvan, stabilisator dan pengawet untuk membentuk persiapan akhir vaksin.
Menghasilkan antigen dari mikroba
Produksi awal melibatkan generasi antigen dari mikroba. Untuk ini virus atau mikroba tumbuh baik pada sel-sel dasar seperti telur ayam (misalnya di influenza) atau pada sel baris atau berbudaya manusia sel (misalnya Hepatitis A). Bakteri terhadap vaksin dikembangkan dapat tumbuh di bioreactors (misalnya Haemophilus influenzae tipe b). Antigen juga mungkin racun atau toxoid dari organisme (misalnya difteri atau tetanus) atau mungkin menjadi bagian dari mikroorganisme juga. Protein atau bagian dari organisme dapat dihasilkan jamur, bakteri atau sel budaya. Bakteri atau virus mungkin melemah dengan menggunakan bahan kimia atau panas untuk membuat vaksin (misalnya vaksin polio).
Isolasi antigen
Setelah antigen yang dihasilkan, sangat terisolasi dari sel-sel yang digunakan untuk menghasilkan itu. Untuk lemah atau selubung virus pemurnian lebih lanjut tidak mungkin diperlukan. Protein rekombinan perlu banyak operasi melibatkan kromatografi ultrafiltration dan kolom untuk pemurnian sebelum mereka siap untuk administrasi.
Ajuvan, stabilisator dan pengawet
Setelah antigen dikembangkan vaksin yang diformulasikan dengan menambahkan ajuvan, stabilisator dan pengawet. Peran ajuvan adalah untuk meningkatkan respon imun antigen. Stabilisator meningkatkan kehidupan penyimpanan, dan pengawet memungkinkan penggunaan multi dosis cawan.
Hal ini sulit untuk mengembangkan dan memproduksi vaksin kombinasi karena kemungkinan tidak kompatibel dan interaksi antara antigen dan bahan-bahan lain dari vaksin.
Persyaratan-persyaratan produksi vaksin
Produk perlu dilindungi dari udara, air dan kontaminasi manusia. Lingkungan perlu dilindungi dari tertumpah antigen






2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Vaksin

Keuntungan vaksin     :
1.      penyakit infeksi akan sulit mewabah
2.      pengurangi biaya pegobatan
3.      memperkecil penyebaran penyakit
4.      Vaksinasi dapat mengurangi morbiditas dan menurunkan mortalitas
5.      Mempunyai daya proteksi : vaksin yang diberikan harus mampu melindungi penerima vaksin dari patogen.
6.      Dapat melindungi penerima vaksin dalam jangka waktu yang lama
7.      Mampu menimbulkan netralisasi oleh antibodi yang diberikan.
8.       Mampu memberikan proteksi dengan meningkatkan respons imun sekuler terutama pada patogen yang ultraseluler.
kerugian vaksin           :
1.      bisa menimbulkan efek samping
2.      dapat memperparah peyakit ketik a disuntikkan pada orang yang sedang terserang penyakit tersebut.

`2.2.     Insulin
2.2.1 Pengertian Insulin
            Insulin merupakan protein manusia pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional, insulin untuk pengobatan pada manusia diisolasi dari pankreas sapi atau babi. Pada tahun 1981 telah terjadi perbaikan secara berarti cara produksi insulin melalui rekayasa genetika. Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip dengan insulin manusia. Pembuatan insulin secara komersial sangat bermanfaat dalam pengobatan penyakit diabetes melitus yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin.
Melalui teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal tersebut di atas, insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan, tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung kontaminan berbahaya.
INSULIN merupakan suatu protein yang bertugas mengatur metabolisme gula di dalam tubuh manusia. Penderita diabetes tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah maksimal sehingga diperlukan bantuan dari luar tubuh untuk memenuhi suplai insulin. Sebelumnya, insulin bisa didapatkan dari kelenjar pankreas sapi dan babi. Pada umumnya untuk memperoleh 0,45 kg insulin dibutuhkan oleh 750 orang pasien diabetes dalam setahun diperlukan 3.600 kg kelenjar pankreas yang berasal dari 23.000 ekor hewan.
Insulin manusia tersusun atas dua rantai protein A dan B. Urutan basa nitrogen dalam molekul DNA yang mengkode masing-masing rantai dibuat dalam tabung reaksi dengan menggunakan struktur yang diketahui insulin. Tiap molekul DNA dari masing-masing rantai dicangkokan ke dalam plasmid maka terbentuk DNA rekombinan. Bila DNA rekombinan ini dimasukan ke dalam sel-sel bakteri maka tiap DNA rekombinan menunjukan ekspresinya dan bakteri membuat hibrid protein insulin rantai A atau rantai B. Kedua rantai peptida kemudian disatukan maka akan terbentuklah insulin manusia yang aktif.
Dahulu insulin yang dibutuhkan berasal dari kelenjar pankreas sapi atau babi. untuk membuat hanya satu pond (0.45 Kg) insulin heewani dibutuhkan oleh 750 pasien diabetes selama setahun diperlukan 8.000 pound (3600 Kg) kelenjar pankreas fsti 23.500 ekor hewan. Laporan dari Ministry of Health, Education and Walfare (Kementrian Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Serikat), dalam tahun 1981 diperlukan 56 juta ekor hewan untuk memenuhi kebutuhan insulin di seluruh Amerika Serikat.
2.2.2    Pembuatan Insulin

 Berikut tahapan dalam proses pembuatan tersebut:
1.      Pengisolasian Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode Insulin.
Kode genetik insulin terdapat dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari kromosom ke-11 yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA pengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Selain itu, dapat pula disintesis rantai DNA yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran sintesis protein.
Vektor yang digunakan adalah plasmid E.coli yang mengandung amp-R sehingga sel inang akan resistan terhadap amphisilin serta mengandung lac-Z yang menghasilkan β-galactosidase sehingga dapat menghidrolisis laktosa.

2.      Penyelipan DNA Insulin ke dalam Vektor (plasmid E.Coli)
Masing-masing DNA insulin dan plasmid E.Coli dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Kemudian DNA insulin A dan B secara terpisah diselipkan ke dalam plasmid berbeda dengan menggunakan enzim ligase.


3.      Pemasukan Plasmid Rekombinan ke dalam Sel E.Coli
Plasmid yang telah diselipkan DNA insulin (plasmid rekombinan) dicampurkan dalam kultur bakteri E.Coli. Bakteri-bakteri tersebut akan mengambil plasmid rekombinan melalui proses transformasi. Akan tetapi, tidak semua bakteri mengambil plasmid tersebut.



4.      Pengklonan Sel yang Mengandung Plasmid Rekombinan
Sel yang mengandung plasmid rekombinan dapat diseleksi dari sel yang tidak mengandung plasmid rekombinan. Medium nutrien bakteri yang digunakan mengandung amphisilin dan X-gal. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, plasmid yang digunakan sebagai vektor ini mengandung amp-R dan lac-Z sehingga sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan akan tumbuh dalam medium tersebut karena resisten terhadap amphisilin serta akan berwarna putih karena plasmid yang mengandung gen asing (gen insulin manusia) dalam gen lac-Z tidak dapat memproduksi β-galactosidase sehingga tidak dapat menghidrolisis laktosa.


5.      Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen Insulin
Proses ini dilakukan melalui hibridisasi asam nukleat. Pada proses ini, disintesis probe asam nukleat yang mengandung komplementer dari gen insulin, probe dilengkapi dengan isotop radioaktif atau fluorosen.
6.      Pomproduksian dalam Sekala Besar
Klon sel yang telah diidentifikasi diproduksi dalam skala besar dengan cara ditumbuhkan dalam tangki yang mengandung medium cair. Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel bakteri yang mengalami mitosis. Rantai insulin A dan rantai B yang dihasilkan kemudian dicampurkan dan dihubungkan dalam reaksi yang membentuk jembatan silang disulfida.
Pada saat ini, peneliti mulai menggunakan vektor plasmid dari sel eukariotik yaitu ragi bersel tunggal karena ragi merupakan sel eukariotik yang memiliki plasmid, dapat tumbuh dengan cepat, serta hasil akhir proses pembuatan insulin dengan ragi akan menghasilkan molekul insulin yang lebih lengkap dengan struktur tiga dimensi yang sempurna sehingga lebih identik dengan insulin manusia.
CARA PANEN : Ekstrasinya, yaitu dengan cara ko intraseluler, bakterinya harus dipecah. Namun, kalo ekstraseluler di ambil supernatannya dan disentrifus.


Pertimbangan keuntungan dan kerugian dalam terapi insulin pada pasien yang dirawat di rumah sakit hendaknya menjadi perhatian bagi dokter yang merawat. Secara umum berbagai keuntungan terapi insulin sudah banyak diketahui. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi insulin dapat menyelamatkan jiwa. Namun demikian, bila cara pemberian dan pemantauan kurang memadai, hal itu dapat mengancam jiwa pasien.
Kesalahan terapi insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah klinis yang penting. Bahkan terapi insulin termasuk dalam lima besar “pengobatan berisiko tinggi (high-risk medication)” bagi pasien di rumah sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait dengan kondisi hiperglikemia dan sebagian lagi akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan tersebut antara lain disebabkan keterbatasan dalam hal ketrampilan (skill-based), cara atau protokol (rule-based), dan pengetahuan (knowledge-based) dalam hal penggunaan insulin.
Banyak data yang menunjukkan bahwa hiperglikemia dikaitkan dengan buruknya luaran klinik. Sebagai contoh, kesalahan dalam terapi insulin sebelum pembedahan pada pasien DMT1 akan mengakibatkan KAD dan kematian. Hipoglikemia, walaupun frekuensinya lebih sedikit, namun juga dapat mengakibatkan kematian. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh serangan hipoglikemia meliputi kecelakaan seperti jatuh, mual, muntah, respon hipertensi yang mengakibatkan iskemia miokard.
Untuk menghindari bahaya-bahaya di atas, terapi insulin hendaknya diberikan sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu dilakukan pemantauan yang memadai. Sebagai contoh, terapi insulin intensif dengan cara infus intravena hanya dapat diberikan pada pasien khusus serta dilakukan di ruang intensif.



BAB III
KESIMPULAN

Western blotting merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan antibody yang spesifik. Analisis western blot dapat mendeteksi protein yang diinginkan dari campuran dari protein dalam jumlah besar. Western blot dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein (dengan perbandingan dengan ukuran marker dalam satuan kilo dalton dan juga memberi informasi tentang ekspresi protein dengan perbandingan dengan kontrol seperti pada sampel yang tidak diberi perlakuan atau sel atau jaringan tipe lain).
Prosedur western blot terdiri dari preparasi sampel, elektroforesis gel, transfer dari gel ke membran, dan imunostain dari blot tersebut.
Salah satu aplikasi pengguanaan teknik Western blotting dalam dunia medik veteriner yakni pengujian laboraturium terhadap protein inhibin untuk menciptakan vaksin inhibin yang dapat memacu pembentukan FSH guna mempercepat proses ovulasi pada inseminasi karena selama ini protein inhibin menjadi faktor penghambat dalam proses ovulasi
Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, maka dilakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut, yakni menyiapkan sel granulosa kambing, melakukan kultur sel granulosa kambing, melakukan isolasi dan karakterisasi isolat inhibin baik dari koleksi sel granulosa maupun hasil kultur sel granulosa, serta melakukan konfirmasi titik isoelektrik (pI) dari isolat inhibin dan berat molekul (BM).




DAFTAR PUSTAKA
Burnette WN. 1981. "Western blotting: electrophoretic transfer of proteins from sodium dodecyl sulfate - polyacrylamide gels to unmodified nitrocellulose and radiographic detection with antibody and radioiodinated protein A". Analytical Biochemistry 112 (2): 195–203.
Kaneko H., Y. Nakanishi, K. Taya, H. Kishi, G. Watanabe, S. Sasamoto, and Y. Hasegawa. 1993. Evidence that inhibin is an important factor in regulation of FSH secretion during the mid-luteal phase in cows. J. Endocrinol. 136:35-41.
O'Shea T., M.A. Hillard, S.T. Anderson, B.M. Bindon, J.K. Findlay, C.G. Tsonis, and J.F.Wilkins. 1994. Inhibin immunization for increasing ovulation rate and superovulation. Theriogenology. 41:3-17.
Towbin H, Staehelin T, Gordon J. 1979. "Electrophoretic transfer of proteins from polyacrylamide gels to nitrocellulose sheets: procedure and some applications". Proceedings of the National Academy of Sciences USA 76 (9): 4350-54.
Walker J.M. 2002. The Protein Protocols Handbook. Humana Press. Totowa, New Jersey.