MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER
“Aplikasi Regulasi Ekspresi Gen pada Bidang Farmasi Veteriner”
(PEMBUATAN VAKSIN DAN INSULIN)
KELOMPOK 2:
Putik Chiptadining Larasati (115130100111001)
Shintany Rohmatil W (115130101111003)
Rizka Putri (115130100111005)
Qur’aini Yanti (115130100111002)
Ade Margani (115130100111019)
Muh. Husni Rifa’i (115130101111006)
Dwiki Ramadhan (115130101111012)
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rekayasa
genetika telah memproduksi vaksin subunit yang berasal dari protein permukaan
virus. Vaksin sub unit pertama diproduksi adalah vaksin hepatitis. Dengan
menggunakan vaksin sub unit, tidak ada resiko terjadi infeksi, dibandingkan
dengan penggunaan vaksin yang berasal dari virus utuh (Dewi Pertiwi, 2013).
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796,
vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap
infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya
penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Vaksinasi sekarang
menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang
dalam membangkitkan respon kekebalan. Kebanyakan vaksin virus yang digunakan
saat ini merupakan sel utuh yang telah dilemahkan atau dimatikan. Keuntungan
vaksin ini pada umumnya mampu menghasilkan imunitas cukup lama dan merangsang
seluruh reaksi kekebalan pada host yaitu humoral antibody dan cell-mediated (Wija,
2013).
Insulin merupakan protein manusia
pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional, insulin untuk
pengobatan pada manusia diisolasi dari pankreas sapi atau babi. Pada tahun 1981
telah terjadi perbaikan secara berarti cara produksi insulin melalui rekayasa
genetika. Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip
dengan insulin manusia. Melalui teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi
menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal tersebut di atas,
insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat
rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan,
tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung kontaminan berbahaya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka Rumusan Masalah dalam makalah ini yaitu
1.
Apakah yang dimaksud dengan vaksin dan insulin dalam bidang
farmasi?
2.
Bagaimana prosedur pembuatan vaksin dan insulin dengan teknologi
rekayasa genetika?
3.
Bagaimanakah keuntungan dan kerugian dari vaksin dan insulin
dalam pengobatan?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini yakni
- Untuk mengetahui
definisi
vaksin dan insulin dalam bidang farmasi
- Untuk
mengetahui prosedur
pembuatan vaksin dan insulin dengan teknologi rekayasa genetika.
- Untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari vaksin dan insulin dalam pengobatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Vaksin
2.1.1 Pengertian Vaksin
Vaksin berasal dari kata vaccinus yang berarti
berasal dari sapi. Sejarah vaksinasi dapat dikatakan dimulai sejak 1796 ketika
seorang dokter desa melakukan vaksinasi menggunakan virus cacar sapi untuk
memberi kekebalan pada manusia terhadap infeksi cacar (smallpox).
Kemudian setelah pengetahuan tentang penyakit infeksi berkembang pada akhir abad
19, maka perkembangan vaksin pun mulai meramaikan dunia
kesehatan dalam memerangi penyakit infeksi. Sejak masa tersebut berbagai macam
vaksin dibuat dan dikembangkan, seperti vaksin terhadap rabies, anthrax,
penyakit-penyakit enterobakteria.
Pembuatan
vaksin biasanya memerlukan organisme hidup seperti toksin bakteri atau immune
sera dalam jumlah besar. Pertumbuhan bakteri biasanya dilakukan pada media
cair dalam bejana fermentor. Media ditetapkan secara kimia dan kondisi
pembiakan diatur dengan tepat, seperti temperatur, pH, oksigen dan sebagainya.
Untuk pembuatan vaksin virus, pertumbuhan dapat dilakukan dalam host atau
biakan sel hidup. Vaksin smallpox dapat dibiakkan pada dermis anak sapi
domba, kerbau atau yang lain. Vaksin influenza dan yellow fever dapat
dibiakkan pada fertile hen’s eggs. Beberapa virus dapat ditumbuhkan pada
biakan sel. Biasanya sel disiapkan dari monkey kidney, chick embryo atau
human diploid cells.
Inaktivasi
atau detoksifikasi vaksin bakteri dapat dilakukan dengan pemanasan atau
desinfektan, misalnya formalin untuk inaktivasi Bordetella pertusis sebagai
whooping-cough vaccine,
dapat juga untuk
detoksifikasi toksin Corynebacterium diphtheriae dan Clostridium
tetani sebagai vaksin diphtheria dan tetanus. Phenol juga digunakan
inaktivasi Vibrio cholerae dan Salmonella typhi sebagai vaksin
kholera dan tifoid (Maya, 2013).
Beberapa prinsip
rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin adalah sebagai berikut (Bioteknologi,
2009):
1.
mengisolasi
/ memisahkan gen-gen dari organisme penyebab sakit yang berperan dalam
menghasilkan antigen yang merangsang limfosit untuk menghasilkan antibodi.
2.
menyisipkan
gen-gen di atas, ke tubuh organisme yang kekurangan pathogen.
3.
mengulturkan
orgamisme hasil rekayasa genetika, sehingga menghasilkan antigen dalam jumlah
banyak.
4.
mengekstraksi
antigen, lalu digunakan sebagai vaksin.
2.1.2 Metode Pembuatan Vaksin
Tahap produksi vaksin
Produksi
vaksin memiliki beberapa tahap. Proses pembuatan vaksin memiliki langkah-langkah
berikut:
- Inaktivasi-ini melibatkan membuat persiapan
antigen
- Pemurnian-antigen terisolasi dimurnikan
- Perumusan-antigen dimurnikan dikombinasikan
dengan ajuvan, stabilisator dan pengawet untuk membentuk persiapan akhir
vaksin.
Menghasilkan antigen dari mikroba
Produksi
awal melibatkan generasi antigen dari mikroba. Untuk ini virus atau mikroba
tumbuh baik pada sel-sel dasar seperti telur ayam (misalnya di influenza) atau
pada sel baris atau berbudaya manusia sel (misalnya Hepatitis A). Bakteri
terhadap vaksin dikembangkan dapat tumbuh di bioreactors (misalnya Haemophilus
influenzae tipe b). Antigen juga mungkin racun atau toxoid dari organisme
(misalnya difteri atau tetanus) atau mungkin menjadi bagian dari mikroorganisme
juga. Protein atau bagian dari organisme dapat dihasilkan jamur, bakteri atau
sel budaya. Bakteri atau virus mungkin melemah dengan menggunakan bahan kimia
atau panas untuk membuat vaksin (misalnya vaksin polio).
Isolasi antigen
Setelah
antigen yang dihasilkan, sangat terisolasi dari sel-sel yang digunakan untuk
menghasilkan itu. Untuk lemah atau selubung virus pemurnian lebih lanjut tidak
mungkin diperlukan. Protein rekombinan perlu banyak operasi melibatkan
kromatografi ultrafiltration dan kolom untuk pemurnian sebelum mereka siap
untuk administrasi.
Ajuvan, stabilisator dan pengawet
Setelah
antigen dikembangkan vaksin yang diformulasikan dengan menambahkan ajuvan,
stabilisator dan pengawet. Peran ajuvan adalah untuk meningkatkan respon imun
antigen. Stabilisator meningkatkan kehidupan penyimpanan, dan pengawet
memungkinkan penggunaan multi dosis cawan.
Hal ini sulit untuk mengembangkan dan memproduksi vaksin kombinasi karena
kemungkinan tidak kompatibel dan interaksi antara antigen dan bahan-bahan lain
dari vaksin.
Persyaratan-persyaratan produksi vaksin
Produk
perlu dilindungi dari udara, air dan kontaminasi manusia. Lingkungan perlu
dilindungi dari tertumpah antigen
2.1.3 Keuntungan
dan Kerugian Vaksin
Keuntungan vaksin :
1. penyakit
infeksi akan sulit mewabah
2. pengurangi biaya pegobatan
3. memperkecil penyebaran penyakit
4. Vaksinasi
dapat mengurangi morbiditas dan menurunkan
mortalitas
5. Mempunyai
daya proteksi : vaksin yang diberikan harus mampu melindungi penerima vaksin
dari patogen.
6. Dapat
melindungi penerima vaksin dalam jangka waktu yang lama
7. Mampu
menimbulkan netralisasi oleh antibodi yang diberikan.
8. Mampu memberikan proteksi dengan meningkatkan
respons imun sekuler terutama pada patogen yang ultraseluler.
kerugian vaksin :
1. bisa
menimbulkan efek samping
2. dapat
memperparah peyakit ketik a disuntikkan pada orang yang sedang terserang
penyakit tersebut.
`2.2. Insulin
2.2.1 Pengertian Insulin
Insulin merupakan
protein manusia pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional,
insulin untuk pengobatan pada manusia diisolasi dari pankreas sapi atau babi.
Pada tahun 1981 telah terjadi perbaikan secara berarti cara produksi insulin
melalui rekayasa genetika. Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai
struktur mirip dengan insulin manusia. Pembuatan
insulin secara komersial sangat bermanfaat dalam pengobatan penyakit diabetes
melitus yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin.
Melalui teknologi DNA rekombinan,
insulin diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal
tersebut di atas, insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping
yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari
ekstrak pankreas hewan, tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung
kontaminan berbahaya.
INSULIN
merupakan suatu protein yang bertugas mengatur metabolisme gula di dalam tubuh
manusia. Penderita diabetes tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah
maksimal sehingga diperlukan bantuan dari luar tubuh untuk memenuhi suplai
insulin. Sebelumnya, insulin bisa didapatkan dari kelenjar pankreas sapi dan
babi. Pada umumnya untuk memperoleh 0,45 kg insulin dibutuhkan oleh 750
orang pasien diabetes dalam setahun diperlukan 3.600 kg kelenjar pankreas yang berasal
dari 23.000 ekor hewan.
Insulin
manusia tersusun atas dua rantai protein A dan B. Urutan basa nitrogen dalam
molekul DNA yang mengkode masing-masing rantai dibuat dalam tabung reaksi
dengan menggunakan struktur yang diketahui insulin. Tiap molekul DNA dari
masing-masing rantai dicangkokan ke dalam plasmid maka terbentuk DNA
rekombinan. Bila DNA rekombinan ini dimasukan ke dalam sel-sel bakteri maka
tiap DNA rekombinan menunjukan ekspresinya dan bakteri membuat hibrid protein
insulin rantai A atau rantai B. Kedua rantai peptida kemudian disatukan maka
akan terbentuklah insulin manusia yang aktif.
Dahulu
insulin yang dibutuhkan berasal dari kelenjar pankreas sapi atau babi. untuk
membuat hanya satu pond (0.45 Kg) insulin heewani dibutuhkan oleh 750 pasien
diabetes selama setahun diperlukan 8.000 pound (3600 Kg) kelenjar pankreas fsti
23.500 ekor hewan. Laporan dari Ministry of Health, Education and Walfare (Kementrian
Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Serikat), dalam tahun 1981 diperlukan
56 juta ekor hewan untuk memenuhi kebutuhan insulin di seluruh Amerika Serikat.
2.2.2 Pembuatan Insulin
Berikut tahapan dalam proses pembuatan tersebut:
1. Pengisolasian Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode
Insulin.
Kode genetik
insulin terdapat dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari kromosom ke-11
yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA
pengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang ditumbuhkan dalam kultur
di laboratorium. Selain itu, dapat pula disintesis rantai DNA yang membawa
sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai polipeptida A dan
B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi
asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang
diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B,
ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran sintesis
protein.
Vektor yang
digunakan adalah plasmid E.coli yang mengandung amp-R sehingga sel inang akan
resistan terhadap amphisilin serta mengandung lac-Z yang menghasilkan β-galactosidase
sehingga dapat menghidrolisis laktosa.
2.
Penyelipan DNA Insulin ke dalam
Vektor (plasmid E.Coli)
Masing-masing
DNA insulin dan plasmid E.Coli dipotong dengan enzim restriksi yang sama.
Kemudian DNA insulin A dan B secara terpisah diselipkan ke dalam plasmid
berbeda dengan menggunakan enzim ligase.
3.
Pemasukan Plasmid Rekombinan ke
dalam Sel E.Coli
Plasmid yang
telah diselipkan DNA insulin (plasmid rekombinan) dicampurkan dalam kultur
bakteri E.Coli. Bakteri-bakteri tersebut akan mengambil plasmid rekombinan
melalui proses transformasi. Akan tetapi, tidak semua bakteri mengambil plasmid
tersebut.
4.
Pengklonan Sel yang Mengandung
Plasmid Rekombinan
Sel yang
mengandung plasmid rekombinan dapat diseleksi dari sel yang tidak mengandung
plasmid rekombinan. Medium nutrien bakteri yang digunakan mengandung amphisilin
dan X-gal. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, plasmid yang digunakan
sebagai vektor ini mengandung amp-R dan lac-Z sehingga sel bakteri yang
mengandung plasmid rekombinan akan tumbuh dalam medium tersebut karena resisten
terhadap amphisilin serta akan berwarna putih karena plasmid yang mengandung
gen asing (gen insulin manusia) dalam gen lac-Z tidak dapat memproduksi β-galactosidase
sehingga tidak dapat menghidrolisis laktosa.
5.
Identifikasi Klon Sel yang Membawa
Gen Insulin
Proses ini
dilakukan melalui hibridisasi asam nukleat. Pada proses ini, disintesis probe
asam nukleat yang mengandung komplementer dari gen insulin, probe dilengkapi
dengan isotop radioaktif atau fluorosen.
6.
Pomproduksian dalam Sekala Besar
Klon sel
yang telah diidentifikasi diproduksi dalam skala besar dengan cara ditumbuhkan
dalam tangki yang mengandung medium cair. Gen insulin diekspresikan bersama
dengan sel bakteri yang mengalami mitosis. Rantai insulin A dan rantai B yang
dihasilkan kemudian dicampurkan dan dihubungkan dalam reaksi yang membentuk
jembatan silang disulfida.
Pada saat
ini, peneliti mulai menggunakan vektor plasmid dari sel eukariotik yaitu ragi
bersel tunggal karena ragi merupakan sel eukariotik yang memiliki plasmid, dapat
tumbuh dengan cepat, serta hasil akhir proses pembuatan insulin dengan ragi
akan menghasilkan molekul insulin yang lebih lengkap dengan struktur tiga
dimensi yang sempurna sehingga lebih identik dengan insulin manusia.
CARA PANEN : Ekstrasinya,
yaitu dengan cara ko intraseluler, bakterinya harus dipecah. Namun, kalo
ekstraseluler di ambil supernatannya dan disentrifus.
Pertimbangan keuntungan dan kerugian dalam terapi insulin pada pasien yang
dirawat di rumah sakit hendaknya menjadi perhatian bagi dokter yang merawat.
Secara umum berbagai keuntungan terapi insulin sudah banyak diketahui. Pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi insulin dapat menyelamatkan jiwa.
Namun demikian, bila cara pemberian dan pemantauan kurang memadai, hal itu
dapat mengancam jiwa pasien.
Kesalahan terapi
insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah klinis
yang penting. Bahkan terapi insulin termasuk dalam lima besar “pengobatan
berisiko tinggi (high-risk medication)” bagi pasien di rumah sakit. Sebagian
besar kesalahan tersebut terkait dengan kondisi hiperglikemia dan sebagian lagi
akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan tersebut antara lain disebabkan
keterbatasan dalam hal ketrampilan (skill-based), cara atau protokol
(rule-based), dan pengetahuan (knowledge-based) dalam hal penggunaan insulin.
Banyak data yang menunjukkan bahwa hiperglikemia dikaitkan dengan buruknya
luaran klinik. Sebagai contoh, kesalahan dalam terapi insulin sebelum
pembedahan pada pasien DMT1 akan mengakibatkan KAD dan kematian. Hipoglikemia,
walaupun frekuensinya lebih sedikit, namun juga dapat mengakibatkan kematian.
Bahaya yang dapat diakibatkan oleh serangan hipoglikemia meliputi kecelakaan
seperti jatuh, mual, muntah, respon hipertensi yang mengakibatkan iskemia
miokard.
Untuk menghindari bahaya-bahaya di atas, terapi insulin hendaknya diberikan
sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu dilakukan
pemantauan yang memadai. Sebagai contoh, terapi insulin intensif dengan cara
infus intravena hanya dapat diberikan pada pasien khusus serta dilakukan di
ruang intensif.
BAB
III
KESIMPULAN
Western blotting merupakan teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk
berikatan dengan antibody yang spesifik. Analisis western blot dapat mendeteksi
protein yang diinginkan dari campuran dari protein dalam jumlah besar. Western
blot dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein (dengan
perbandingan dengan ukuran marker dalam satuan kilo dalton dan juga memberi
informasi tentang ekspresi protein dengan perbandingan dengan kontrol seperti
pada sampel yang tidak diberi perlakuan atau sel atau jaringan tipe lain).
Prosedur western blot terdiri dari preparasi sampel, elektroforesis
gel, transfer dari gel ke membran, dan imunostain dari blot tersebut.
Salah satu aplikasi pengguanaan teknik Western blotting
dalam dunia medik veteriner yakni pengujian laboraturium terhadap protein
inhibin untuk menciptakan vaksin inhibin yang dapat memacu pembentukan FSH guna
mempercepat proses ovulasi pada inseminasi karena selama ini protein inhibin
menjadi faktor penghambat dalam proses ovulasi
Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, maka dilakukan
langkah-langkah penelitian sebagai berikut, yakni menyiapkan sel granulosa
kambing, melakukan kultur sel granulosa kambing, melakukan isolasi dan
karakterisasi isolat inhibin baik dari koleksi sel granulosa maupun hasil
kultur sel granulosa, serta melakukan konfirmasi titik isoelektrik (pI) dari
isolat inhibin dan berat molekul (BM).
DAFTAR
PUSTAKA
Burnette WN. 1981. "Western
blotting: electrophoretic transfer of proteins from sodium dodecyl sulfate -
polyacrylamide gels to unmodified nitrocellulose and radiographic detection
with antibody and radioiodinated protein A". Analytical Biochemistry 112
(2): 195–203.
Kaneko H., Y. Nakanishi, K.
Taya, H. Kishi, G. Watanabe, S. Sasamoto, and Y. Hasegawa. 1993. Evidence that
inhibin is an important factor in regulation of FSH secretion
during the mid-luteal phase in cows. J. Endocrinol.
136:35-41.
O'Shea T., M.A. Hillard,
S.T. Anderson, B.M. Bindon, J.K. Findlay, C.G. Tsonis, and J.F.Wilkins. 1994. Inhibin immunization for increasing
ovulation rate and superovulation. Theriogenology.
41:3-17.
Walker J.M. 2002. The
Protein Protocols Handbook. Humana Press. Totowa, New Jersey.